Penghinaan Media
Sosial
Kita tau dalam penggunaan media sosial ada banyak hal yang
dapat kita lakukan seperti halnya berbicara secara langsung, maka dari itu
tidak heran bahwa sering terjadi bentrok atau selisih pendapat dalam media
sosial yang berakhir pada saling hina, atau penyebaran hoax, dan bahkan dapat
mencemarkan nama baik seseorang yang akan berdampak sangat merugikan bagi orang
tersebut namun selama ini kita masih dapat berleluasa menggunakan media sosial
di indonesia sebagai sarana untuk menghina atau bahkan mencemarkan nama baik
orang lain.Lalu bagaimana cara menanggulanginya?
Sebelum
menjawab pertanyaan itu, terlebih dahulu saya akan jelaskan arti kata
“pencemaran nama baik” yang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)
dikenal sebagai “penghinaan”. R Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal (hal 225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP,
menerangkan bahwa, “menghina” adalah “menyerang kehormatan dan nama
baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya merasa “malu” “Kehormatan”
yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan tentang “nama baik”, bukan
“kehormatan” dalam lapangan seksuil, kehormatan yang dapat dicemarkan karena
tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu birahi kelamin.
Pada prinsipnya, mengenai pencemaran
nama baik diatur dalam KUHP, Bab XVI tentang Penghinaanyang termuat
dalam Pasal 310 s.d 321 KUHP.Melihat pada penjelasan R. Soesilo
dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat bahwa KUHP membagi enam
macam penghinaan, yakni:
1. Penistaan (Pasal
310 ayat (1) KUHP)
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan
itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan
tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak).
Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum
seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan
biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
2. Penistaan dengan surat
(Pasal 310 ayat (2) KUHP)
Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP,
apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka
kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut
menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat
atau gambar.
3. Fitnah (Pasal 311
KUHP)
Merujuk pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, sebagaimana kami
sarikan, perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP tidak masuk
menista atau menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum), apabila tuduhan itu
dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.
Dalam hal ini hakim barulah akan mengadakan pemeriksaan apakah betul-betul
penghinaan itu telah dilakukan oleh terdakwa karena terdorong membela
kepentingan umum atau membela diri, jikalau terdakwa meminta untuk diperiksa
(Pasal 312 KUHP).
Apabila soal pembelaan itu tidak dapat dianggap oleh hakim, sedangkan dalam
pemeriksaan itu ternyata, bahwa apa yang dituduhkan oleh terdakwa itu tidak
benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan tetapi dikenakan
Pasal 311 KUHP (memfitnah).
Jadi, yang dimaksud dengan memfitnah dalam pasal ini adalah kejahatan menista
atau menista dengan tulisan dalam hal ketika ia diizinkan untuk membuktikan
bahwa tuduhannya itu untuk membela kepentingan umum atau membela diri, ia tidak
dapat membuktikannya dan tuduhannya itu tidak benar.
4. Penghinaan ringan (Pasal
315 KUHP)
Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa kata-kata
makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315 KUHP,
sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan dengan
jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan
“anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan
dinamakan “penghinaan ringan”.
Penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan perbuatan. Menurut R.
Soesilo, penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi di
mukanya, memegang kepala orang Indonesia, mendorong melepas peci atau ikat
kepala orang Indonesia. Demikian pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan,
dorongan yang sebenarnya merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak
seberapa keras, dapat menimbulkan pula penghinaan.
5. Pengaduan palsu atau
pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)
R. Sugandhi, S.H. dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Berikut Penjelasannya (hal. 337) memberikan uraian pasal tersebut,
yakni diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan sengaja:
a. memasukkan surat pengaduan yang palsu
tentang seseorang kepada pembesar negeri;
b. menyuruh menuliskan surat pengaduan yang
palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri
sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.
6. Perbuatan fitnah (Pasal
318 KUHP)
Menurut R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP, sebagaimana
kami sarikan, yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan
sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara tidak
benar terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya: dengan diam-diam menaruhkan
sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan maksud
agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.
Terkait pertanyaan Anda selanjutnya,
kami berasumsi bahwa perbuatan Anda tidak termasuk ke dalam kategori
penghinaan di atas, tetapi ada pihak yang menuntut Anda melakukan
penghinaan/pencemaran nama baik. Dalam hal demikian, orang tersebut dapat Anda
tuntut jika orang tersebut mengetahui benar-benar bahwa apa yang dia adukan
tersebut tidak benar.
Jika yang ia lakukan adalah untuk
membuat nama Anda tercemar, maka orang tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal
317 KUHP:
(1) Barang siapa dengan sengaja
mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara
tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan
atau nama baiknya terserang, diancam karena melakukan pengaduan fitnah,
dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan
pasal 35 No. 1 - 3 dapat dijatuhkan.
Akan tetapi jika maksud dari pengaduan orang
tersebut bukan untuk membuat nama Anda tercemar(tetapi orang
tersebut tahu bahwa yang ia adukan adalah tidak benar), maka orang tersebut
dapat dipidana berdasarkan Pasal 220 KUHP:
“Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan suatu
perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
Selain itu, Anda juga dapat simak
penjelasan kami dalam artikel-artikel berikut:
Demikian penjelasan dari kami, semoga
bermanfaat.
Dasar hukum:
R Soesilo dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal
225) dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, menerangkan bahwa, “menghina” adalah
“menyerang kehormatan dan nama baik seseorang”. Yang diserang ini biasanya
merasa “malu” “Kehormatan” yang diserang di sini hanya mengenai kehormatan
tentang “nama baik”, bukan “kehormatan” dalam lapangan seksuil, kehormatan yang
dapat dicemarkan karena tersinggung anggota kemaluannya dalam lingkungan nafsu
birahi kelamin.
Pada prinsipnya, mengenai pencemaran nama baik diatur dalam
KUHP, Bab XVI tentang Penghinaan yang termuat dalam Pasal 310 s.d 321
KUHP.Melihat pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP, dapat kita lihat
bahwa KUHP membagi enam macam penghinaan, yakni:
1. Penistaan (Pasal
310 ayat (1) KUHP)
Menurut R. Soesilo, supaya dapat dihukum menurut pasal ini,
maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah
melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui
oleh orang banyak). Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan
yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup
dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
2. Penistaan dengan
surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP)
Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan
Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau
gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang
dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan
dengan surat atau gambar.
3. Fitnah (Pasal
311 KUHP)
Merujuk pada penjelasan R. Soesilo dalam Pasal 310 KUHP,
sebagaimana kami sarikan, perbuatan dalam Pasal 310 ayat (1) dan ayat (2) KUHP
tidak masuk menista atau menista dengan tulisan (tidak dapat dihukum), apabila
tuduhan itu dilakukan untuk membela kepentingan umum atau terpaksa untuk
membela diri. Dalam hal ini hakim barulah akan mengadakan pemeriksaan apakah
betul-betul penghinaan itu telah dilakukan oleh terdakwa karena terdorong
membela kepentingan umum atau membela diri, jikalau terdakwa meminta untuk
diperiksa (Pasal 312 KUHP).
Apabila soal pembelaan itu tidak dapat dianggap oleh hakim,
sedangkan dalam pemeriksaan itu ternyata, bahwa apa yang dituduhkan oleh
terdakwa itu tidak benar, maka terdakwa tidak disalahkan menista lagi, akan
tetapi dikenakan Pasal 311 KUHP (memfitnah).
Jadi, yang dimaksud dengan memfitnah dalam pasal ini adalah
kejahatan menista atau menista dengan tulisan dalam hal ketika ia diizinkan
untuk membuktikan bahwa tuduhannya itu untuk membela kepentingan umum atau
membela diri, ia tidak dapat membuktikannya dan tuduhannya itu tidak benar.
4. Penghinaan
ringan (Pasal 315 KUHP)
Penghinaan seperti ini dilakukan di tempat umum yang berupa
kata-kata makian yang sifatnya menghina. R Soesilo, dalam penjelasan Pasal 315
KUHP, sebagaimana kami sarikan, mengatakan bahwa jika penghinaan itu dilakukan
dengan jalan lain selain “menuduh suatu perbuatan”, misalnya dengan mengatakan
“anjing”, “asu”, “sundel”, “bajingan” dan sebagainya, masuk Pasal 315 KUHP dan
dinamakan “penghinaan ringan”.
Penghinaan ringan ini juga dapat dilakukan dengan perbuatan.
Menurut R. Soesilo, penghinaan yang dilakukan dengan perbuatan seperti meludahi
di mukanya, memegang kepala orang Indonesia, mendorong melepas peci atau ikat
kepala orang Indonesia. Demikian pula suatu sodokan, dorongan, tempelengan,
dorongan yang sebenarnya merupakan penganiayaan, tetapi bila dilakukan tidak
seberapa keras, dapat menimbulkan pula penghinaan.
5. Pengaduan palsu
atau pengaduan fitnah (Pasal 317 KUHP)
R. Sugandhi, S.H. dalam bukunya yang berjudul Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Berikut Penjelasannya (hal. 337) memberikan uraian
pasal tersebut, yakni diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang dengan
sengaja:
a. memasukkan surat
pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri;
b. menyuruh
menuliskan surat pengaduan yang palsu tentang seseorang kepada pembesar negeri
sehingga kehormatan atau nama baik orang itu terserang.
6. Perbuatan fitnah
(Pasal 318 KUHP)
Menurut R. Sugandhi, S.H., terkait Pasal 318 KUHP,
sebagaimana kami sarikan, yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah orang yang
dengan sengaja melakukan suatu perbuatan yang menyebabkan orang lain secara
tidak benar terlibat dalam suatu tindak pidana, misalnya: dengan diam-diam
menaruhkan sesuatu barang asal dari kejahatan di dalam rumah orang lain, dengan
maksud agar orang itu dituduh melakukan kejahatan.
Terkait pertanyaan Anda selanjutnya, kami berasumsi bahwa
perbuatan Anda tidak termasuk ke dalam kategori penghinaan di atas, tetapi ada
pihak yang menuntut Anda melakukan penghinaan/pencemaran nama baik. Dalam hal
demikian, orang tersebut dapat Anda tuntut jika orang tersebut mengetahui
benar-benar bahwa apa yang dia adukan tersebut tidak benar.
Jika yang ia lakukan adalah untuk membuat nama Anda
tercemar, maka orang tersebut dapat dipidana berdasarkan Pasal 317 KUHP:
(1) Barang siapa dengan sengaja mengajukan pengaduan atau
pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk
dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang,
diancam karena melakukan pengaduan fitnah, dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
(2) Pencabutan hak-hak berdasarkan pasal 35 No. 1 - 3 dapat
dijatuhkan.
Akan tetapi jika maksud dari pengaduan orang tersebut bukan
untuk membuat nama Anda tercemar (tetapi orang tersebut tahu bahwa yang ia
adukan adalah tidak benar), maka orang tersebut dapat dipidana berdasarkan
Pasal 220 KUHP:
“Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah
dilakukan suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan,
diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.”
Demikian penjelasan dari saya, maka dari itu mulai hari ini
sebaiknya kita berhati-hati dalam menulis dan menggunakan media sosial yang
ternyata sudah diatur sejak awal dalam KUHP bahwa setiap bentuk penistaan akan
mendapatkan hukuman yang setimpal
Referensi:
1. R. Soesilo. 1991. Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi
Pasal. Politeia: Bogor.
2. R. Sugandhi, SH. 1980. Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana Berikut Penjelasannya. Usaha Nasional: Surabaya.